Minggu, 17 April 2011

Pandangan Masyarakat terhadap Pendidikan dan Pemerataan Pendidikan oleh Masyarakat

Permasalahan yang terutama dihadapi bangsa Indonesia dalam mengahadapi permasalahan pendidikan salah satunya adalah luas wilayah Indonesia yang sangat luas. Jika dilihat antara luas wilayah, jumlah penduduk yang perlu diberikan pendidikan layak dan jumlah guru, sangat tidak memadai bahwa di Indonesia pemerataan pendidikan bisa dilaksanakan dengan mudah, terutama karena wilayahnya berupa kepulauan.

Terlihat ketika dituntutnya sistem pendidikan untuk dapat menyediakan kesempatan pendidikan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah ini timbul karena banyak warga negara Indonesia khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, pada Bab XI, pasal 17 disebutkan bahwa, tiap-tiap warga negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.

Hal ini merupakan perpanjangan tangan dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 30. Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI, pasal 10 Ayat 1, menyatakan, semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya. Ayat 2 menyatakan, belajar di sekolah agama yang telah mendapatkan pengakuan dari menteri agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.

Meskipun pada Pasal 10 Ayat 1 sudah jelas disebutkan seperti itu, namun masih banyak hingga saat inipun genderisasi masih saja menjadi persoalan yang masih pelik di kalangan masyarakat pedesaan dan kurang mampu, dimana anak perempuan dirasa tidak perlu dan tidak pantas untuk mendapatkan pendidikan karena pada akhirnya anak perempuan dianggap akan menjadi sosok ibu rumah tangga yang tidak perlu keterampilan khusus yang didapatkan di sekolah, dan keterampilan pekerjaan rumah tangga sudah didapat dari interaksi dalam keluarga. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 10 Ayat 1 dan juga Hak Asasi Manusia yang salah satunya adalah hak mendapatkan pendidikan.

Landasan yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting artinya sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita dari penjajahan.

Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan bejalar pada masa SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan.

Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung dalam pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan.

Khusus untuk pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan seksama. Perkembangan iptek menawarkan beraneka ragam alternatif model pendidikan yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu, bulan hingga tahunan, melalui proses tatap muka, melalui media massa, atau jarak jauh, isinya berupa paket terbatas atau himpinan sejumlah paket, sumber belajarnya manusia, barang cetak elektronik sampai pada lingkungan.