Minggu, 17 April 2011

Masyarakat sebagai Tri Pusat Pendidikan

Pada intinya, pendidikan baik itu keluarga, sekolah dan masyarakat itu sendiri sebagai tempat berlangsungnya pendidikan adalah suatu relasi dari masyarakat, yang membedakan hanya anggota yang terkait di dalamnya. Kaitan antara masyarakat dapat ditinjau dari tiga segi yaitu:

a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah).

b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/ atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.

c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (ulility). Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul dan sebagainya.

Pada poin pertama, masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, adalah aspek penting dimana hal ini menunjukkan segala pembelajaran tentang kemasyarakatan hanya berlangsung di masyarakat. Tidak ada orang yang menjadi mahluk sosial karena belajar dengan membaca buku, namun dengan interaksi sesamanya.

Meskipun hal ini merupakan pendidikan, namun pemerataan pendidikan secara formal adalah cara terbaik untuk menilai baik buruknya kualitas pendidikan di suatu negara.

Bukan hal yang mudah menerapkan hal ini di negara Indonesia dengan bentuk negara yang terpecah menjadi beribu pulau. Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang tersedia di dalamnya. Untuk Indonesia, perkembangan masyarakat sangat bervariasi, sehingga wujud sosial kebudayaan dalam masyarakat Indonesia dewasa ini, menurut Koentjaraningrat dibedakan paling sedikit enam tipe sosial budaya yaitu:

a. Tipe masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana, hidup dengan berburu, dan belum mempunyai kebiasaan menanam padi. Sistem dasar kemasyarakatannya berupa desa terpencil tanpa diferensiasi dan stratifikasi yang berarti. Masyarakat ini tidak mengalami kebudayaan perunggu, kebudayaan Hindu, dan agama Islam

b. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di ladang atau sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem dasar kemasyarakatannya adalah komunikasi petani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial sedang. Masyarakat ini terpengaruh kebudayaan Hindu dan Agama Islam tidak dialami. Orientasinya masyarakat kota dengan peradaban kepegawaian

c. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di ladang atau sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem dasar kemasyarakatannya adalah komunikasi petani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial sedang. Masyarakat ini sedikit terpengaruh kebudayaan Hindu dan Agama Islam dialami. Orientasinya adalah masyarakat kota dengan mewujudkan peradaban bekas kerajaan, dan berdagang

d. Tipe masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di ladang atau sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem dasar kemasyarakatannya adalah komunikasi petani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial kompleks. Masyarakat ini mengalami berbagai pengaruh asing. Orientasinya adalah masyarakat kota peradaban kepegawaian

e. Tipe masyarakat perkotaan berdasarkan sistem pemerintahan dengan sektor perdagangan dan industri lemah. Tipe masyarakat metropolitan yang mengembangkan sektor perdagangan dan industri, namun masih didominasi kegiatan sektor kepegawaian yang luas dan kesibukan politik