Minggu, 17 April 2011

Hakikat Manusia dan Pengembangannya

Pada hakikatnya manusia adalah makluk individualis dan sosialis. Untuk itu pendidik harus memiliki gambaran jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Manusia memiliki sifat hakikat yang membedakannya dari makhluk hidup manapun. Pemahaman pendidik tentang sifat hakikat manusia akan membentuk peta tentang karakteristik manusia. Hal inilah yang akan menjadi landasan berkomunikasi transaksional dan interaksi edukatif antara pendidik dengan terdidik.

A. Sifat Hakikat Manusia

Sifat hakikat manusia mengandung suatu pengertian yaitu sebagai karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan, meskipun kalau dilihat dari bentuk biologisnya banyak memiliki kemiriban. Wujud dari sifat hakikat manusia akan dipaparkan pada bagian ini yang dokemukakan oleh paham eksistensialisme, dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan yaitu :


Kemampuan menyadari diri
Kemampuan bereksistensi
Pemilikan kata hati
Moral
Kemampuan bertanggung jawab
Rasa kebebasan ( kemerdekaan )
Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak
Kemampuan menghayati kebahagiaan

a. Kemampuan menyadari diri

Seorang manusia mempunyai kunci yang membedakannya dengan hewan yaitu memiliki kemampuan menyadari diri. Dengzn kemampuan itu manusia memiliki ciri khas dan karakteristik yang menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dengan yang segolongan ataupun dengan lingkungan sekitarnya. Dan juga dapat membuat jarak dengan pribadi lain serta lingkungannya.

Kemempuan membuat jarak dengan lingkungan ini ada dua macam yaitu membuat arah keluar dan ke dalam. Jika kita dapat menerapkan kemampuan membuat jarak ke arah keluar akan dapat menekan rasa egoisme sedangkan apabila dengan arah ke dalam akan menjadi suatu tindakan yang terpuji karena aku dapat menempatkan diriku menjadi orang lain. Untuk itu kita perlu mengembangkan kedua aspek arah tersebut secara berimbang. Pengembangan arah keluar akan membentuk rasa solidaritas kita sedangkan jika arah ke dalam akan membina aspek individualis. Yang lebih penting adalah dimana manusia mampu membuat jarak dengan dirinya sendiri sehingga mampu membedakan baik dan buruk suatu hal juga pantas atau tidak suatu hal dilakukan karena sudah mengetahui potensi dan karakteristik dari masing – masing individu.

b. Kemampuan bereksistensi

Dengan kemampuan membuat jarak antara diri dengan lingkungan dan dapat menembus dan mengatasi batas – batas yang membelenggu dirinya baik terhadap ruang ataupun waktu. Dengan demikian manusia tidak akan terbelenggu oleh ruang dan waktu juga dapat menembus masa depan dan kembali ke masa lampau. Kemempuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kemampuan bereksistensi. Dengan kemampuan bereksistensi ini diharapkan manusia dapat meng-ada di bumi bukan ber-ada seperti halnya hewan dan tumbuhan. Kemampuan bereksistensi ini harus dikembangkan dan diterapkan agar menjadi prospek cerah di masa depan.

c. Pemilikan kata hati

Kata hati juga sering disebut hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati dan sebagainya. Kata hati ialah pengertian yang mengikuti perbuatan yang menyertai apa yang akan, yang sedang, yang telah dibuatnya bahkanmengerti juga akibatnya. Jika seseorang mengambil keputusan hanya untuk kepentingannya sendiri tidak memikirkan baik/buruk, benar/salah dikatakan hati nuraninya tidak cukup tajam. Sebaliknya orang yang mampu menganalisis suatu permasalahan dan keputusan juga dapat mempertimbangkan baik/benar, buruk/salah dikaatakan tajam kata hatinya. Jadi kata hati kemampuan mengambil keputusan tentang yang baik/buruk, benar/salah bagi manusia sebagai manusia. Tujuannya agar orang memiliki keberanian berbuat yang didasari oleh kata hati yang tajam.

d. Moral

Lain dengan kata hati yang diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan, maka moral mengandung arti perbuatan itu sendiri. Seseorang yang memiliki kata hati yang tajam belum tentu memiliki moral atau perbuatan yang sesuai dengan kata hatinya itu. Untuk itu diperlukan kemauan agar kata hati menjadi padu dengan perbuatan kita. Di sini moral erat kaitannya dengan perbuatan baik/benar ataukah yang salah, yang berperikemanusiaan atau jahat sedangkan etiket hanya berkaitan dengan sopan santun. Jadi sesungguhnya moral itu adalah nilai – nilai kemanusiaan.



e. Tanggung Jawab

Kata hati, moral dan tanggung jawab sangat erat hubungannya. Kata hati memberi pedoman, moral melakukan dan tanggung jawab bersedia menerima segala konsekuensi dari moral itu. Tanggung jawab dapat berupa tanggung jawab kepada diri sendir, masyarakat dan Tuhan. Perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hati cenderung membuat seseorang tidak bersedia bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Jadi tanggung jawab diartikan sebagai keberanian untuk menentukan suatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia sehingga sanksi apa pun yang dituntutkan baik oleh kata hati, masyarakat dan norma – norma agama diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan.

f. Rasa Kebebasan

Rasa bebas sering diartikan merdeka. Sesungguhnya kebebasan itu bebas berbuat asalkan sesuai dengan kata hati, moral dan berani bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan dan harus sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Begitu pula dengan merdeka, berbuat bebas tapi ada ikatan tertentu yang mengaturnya. Seseorang yang cenderung berbuat asal mau sendiri tidak menghiraukan konsekuensinya hanya merupakan kebebasan semu karena akan segera disusul oleh sanksi – sanksi atas perbuatannya. Hal itu sering membuat seseorang menyembunyikan diri atau rasa tidak merdeka. Jadi rasa kebebasan itu harus sesuai dengan perbuatan dan kata hatinya yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.

g. Kewajiban dan Hak

Kewajiban dan hak merupakan suatu hal yang memiliki hubungan timbal balik. Hal ini timbul sebagai menifestasi manusia sebagai makhluk sosial. Seseorang akan memperoleh haknya apabila telah melakukannya kewajibannya dengan baik. Seseorang kadang kala hanya menuntut haknya saja tanpa melakukan kewajiban padahal apabila kewajiban itu dilakukan dengan sebaik – baiknya manusia tersebut telah berbuat sesuatu yang luhur yang dapat meningkatkan harkat dan martabatnya di masyarakat.

h. Kemampuan menghayati kebahagiaan

Istilah kebahagiaan lahir dari kehidupan manusia. Hampir setiap orang pernah mengalami kebahagiaan. Senang, gembira, merupakan istilah – istilah yang sering dikaitkan dengan rasa bahagia. Padahal rasa bahagia itu bukan saja hanya sesuatu yang menyenangkan atau menggembirakan saja. Penderitaan pun juga termasuk kebahagiaan. Rasa kebahagiaan akan timbul jika kita sebagai manusia mampu menerima apa pun yang kita dapatkan dengan pasrah, menghayati apa yang kita dapatkan dan penuh rasa syukur kepada Tuhan. Kebahagian dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua hal harus dikembangkan yaitu : kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati hasil usaha dalam kaitannya dengan takdir.

B. Dimensi – dimensi Hakikat Manusia serta Potensi, Keunikan, dan Dinamikanya

Pada bagian ini akan dibahas 4 macam dimensi yaitu :

Dimensi Keindividualan
Dimensi Kesosialan
Dimensi kesusilaan
Dimensi keberagaman

1. Dimensi Keindividualan

Menurut seorang ahli bernama Lysen individu sebagai orang – seorang sesuatu yang dapat dibagi – bagi lagi. Individu juga diartikan sebagai pribadi. Setiap manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk membedakan dirinya dengan orang lain. Tidak ada indivudi yang benar – benar identik di muka bumi ini bahkan orang kembar sekali pun. Orang kembar memang kelihatan sama secara fisik tetapi pasti memiliki hal yang membedakan dirinya dengan kembarannya misalnya hobi dan sifat kerohanianya. Kesanggupan untui memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat essensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Seorang individu memiliki dorongan untuk mandiri yang sangat kuat. Untuk itu perlu dikembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan dan tentunya dorongan dari pendidik. Sebab fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepribadiannya, atau menemukan kediriannya sendiri. Tugas pendidik hanya menunjukkan jalan dan mendorong subjek didik bagaimana memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan berpedoman pada prinsip ing ngarso sungtulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.

2. Dimensi Kososialan

Menurut M.J Langeveld bayi yang baru dilahirkan sudah memiliki potensi sosial. Ini dapat diartikan setiap anak dikaruniai benih untuk bergaul. Di dalam bergaul pasti ada unsur saling menerima dan memberi. Adanya saling ketergantungan inilah yang menjadi kunci sukses dalam bergaul.

Manusia dari lahir sampai mati pun akan tetap memerlukan bantuan dari orang lain. Tidak ada seorang pun yang dapat hidup sendiri dan tanpa bantuan orang lain. Di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menghayati dan menyadari sifat kemanusiaanya.

3. Dimensi Kesusilaan

Kesusilaan berasal dari kata su dan sila yang artinay kepantasan yang lebih tinggi. Namun dalam penerapannya orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalamnya terselubung niat yang jahat. Dalam kesusilaan itu sendiri ada dua konotasi berbeda yakni etiket ( persoalan kepantasan dan kesopanan ) dan etika ( persoalan kebaikan ). Jika etika dilanggar ada orang lain yang merasa dirugikan, sedangkan pelanggaran etiket hanya mengakibatkan ketidaksenangan orang lain. Sehubungan dengan hal tersebut ada dua pendapat yaitu :

1. Golongan yang menganggap bahwa kesusilaan mencangkup kedua – duanya. Etiket tidak usah dibedakan dari etika karena sama – sama dibutuhkan dalam kehidupan karena keduanya bertalian erat.

2. Golongan yang memandang bahwa etiket perlu dibedakan dari etika, karena keduanya mengandung kondisi yang tidak sselamanya selalu sejalan. Kesopanan dan kebaikan masing – masing diperlukan demi keberhasilan hidup dalam masyarakat.

Di dalam menerapkan konsep kesusilaan ini yang mencangkup etika dan etiket diperlukan nilai – nilai yang menjadi pedoman dalam berbuat yaitu : nilai otonom yang bersifat individual, nilai heteronom yang bersifat kolektif dan nilai keagamaan yang berasal dari Tuhan. Dari ketiganya itu nilai keagamaanlah yang menjadi sumber dari nilai yang lain karena Tuhan adalah awal dan akhir dari segalanya. Hal terpenting adalah bagaimana kita paham akan nilai – nilai tersebut dan segera melaksanakannya.

4. Dimensi Keberagamaan

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama atau religius. Sejak dahulu sebelum mengenal agama nenek moyang kita percaya akan adanya kekuatan – kekuatan gaib yang tidak dapat dirasakan atau dilihat oleh panca indra. Maka dari itu dilakukanlah upacara – upacara, menyediakan sesajen – sesajen dan memberikan korban – korban. Setelah manusia mengenal agama, agama itulah yang menjadi landasan dan pedoman manusia dalam menjalani kehidupannya. Untuk itu pendidikan agama sangat diperlukan dan harus diajarkan sedini mungkin. Ini menjadi tanggung jawab orang tua dan para pendidik untuk mengenalkan agama secepat mungkin kepada anak – anaknya. Sekarang pendidikan ajaran agama itu telah ada di tingkat SD sampai Perguruan Tinggi sekalipun. Namun ajaran agama tidak hanya untuk pengetahuan semata tetapi harus diterapkan dalam kehidupan ini.

C. Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya sasaran pendidikan adalah manusia sehingga pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pndidikan.

Sejak dilahirkan manusia telah dikaruniai dimensi hakikat manusia tetapi masih dalam bentuk potensi diri. Dari potensi itulah pendidik memberi semangat dan dorongan agar segala potensi itu dapat teraktualisasi. Namun semua itu perlu proses yang cukup panjang. Dalam tujuan untuk mengaktualisasikan potensi itu pendidik bisa saja melakukan kesalahan. Karena pendidik juga manusia yang tak luput dari kelemahan – kelemahan. Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu :
1. Pengembangan yang utuh
2. Pengembangan yang tidak utuh

1. Pengembangan yang Utuh

Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Untuk menentukan kualitas akhir dari pendidikan itu harus dikembalikan lagi kepada peserta didik sebagai subjek sasaran pendidikan. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang sanggup menghantarkan subjek didik menjadi dirinya sendiri selaku anggota masyarakat. Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari segi wujud dimensi dan arahnya.

a. Dari Wujud Dimensinya

Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan yang baik dan tidak ada pengabaian salah satunya. Dimensi keberagamaan menjadi tumpuan dari ketiga dimensi yang lainnya. Demikian pula dengan pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor utuh jika mendapat pelayanan yang berimbang.

b. Dari Arah Pengembangannya

Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan secara terpadu. Keempat dimensi itu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pengembangan dimensi hakikat manusia secara utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras. Perkembangan dimaksud mencangkup yang horizontal atau menciptakan keseimbangan dan yang bersifat vertical yang menciptakan ketinggian martabat manusia yang dapat membentuk manusia secara utuh.

2. Pengembangan yang tidak Utuh

Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam pengembangan unsur dimensi hakikat manusia yang ada terabaikan untuk ditangani. Misalnya hanya dimensi kesusilaan saja yang dilakukan sedangkan ketiga dimensi yang lain tidak dihiraukan. Demikian pula dengan kognitif, afektif dan psikomotor tidak utuh jika salah satu ada yang terabaikan. Pengembangan yang tidah utuh mengakibatkan terbentuk kepribadian yang tidak mantap dan pincang pengembangan semacam ini dinamakan pengembangan yang patologis.

D. Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya

Pembentukan manusia seutuhnya telah dilakukan seiring dengan dilaksanakannya pembangunan nasional. Pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, papan kesehatan dan lainnya melainkan keselarasan dan keserasian antara keduanya. Pembangunan juga dilakukan secara merata bukan hanya untuk sebagian golongan masyarakat. Selanjutnya manusia yang utuh juga dikaitkan dengan keselarasan hubungan manusia dengan Tuhannya, sesame manusia dan lingkungannya juga kebahagiaan hidup di akhirat nantinya.